kembali ke layar

Makhluk Bertali Hijau

5:09 PM Cacatan Catat 5 Comments


MakhlukBertaliHijau


#EPS1


        29 Agustus 2013aku mengawali petualangan di sebuah kecamatan bernama Jatinangor. Di tanah sunda yang menjunjung tinggi kebudayaannya. Di panas terik matahari yang kerap menyengatnya. Dibalik sebuah tembok bertuliskan “UNPAD” yang amat megah kelihatannya. (Gimana? Udah setara budak sajak?)

  UNPAD, Universitas Padjajaran. Salah satu kampus dengan nama yang besar di Indonesia. Aku adalah satu di antara banyak mahasiswa yang tersesat di balik nama besarnya, di Fakultas Pertanian lebih rincinya. 

Pagi itu, aku berlari tergesa - gesa mengejar sebuah angkutan umum khas Unpad sembari menahan pipis yang sudah bergejolak. Sebutan untuk angkutan ini cukup unik, Odong - Odong. Wahana mainan anak balita? Bukan! Odong – odong disini bukan untuk balita, melainkan untuk mahasiswa. Mahasiswa baru kebanyakan.  Naik odong – odong di pagi hari jauh lebih menegangkan dibandingkan naik Histeria di dufan, dalam keadaan mati listrik. #yha

  Hampir semua mahasiswa baru menggunakan alat transportasi ini, kecuali bagi mereka yang rela mengeluarkan uang sebesar Rp. 5000 untuk naik ojek. Mahasiswa baru di fakultasku dilarang membawa kendaraan sendiri selama masa pembinaan. 

Aku sendiri lebih memilih uang Rp. 5000 nya untuk beli telor gulung yang dicemilin di goncangan odong - odong. Kuliner dapet, Wahana juga. Resiko terburuknya paling muntah - muntah di kelas.

 Aku yang memakai kemeja kotak – kotak biru dengan nametag yang tersangkut di kantong kanan bertuliskan "Hanif B-157" disertai sepatu bertali hijau yang menempel pada kedua kaki turun dengan cepat dari odong - odong. 

      Angin berhembus kencang di pagi itu. Terasa semeriwing dari kulit luar kepala yang gundul hingga menembus ke seisi tubuh. “Hari pertama. Hari baru, rencana baru”, kataku sambil berlari mencari – cari kelas mata kuliah pertama.

  Kuliah perdana. Ini tujuanku dateng ke kampus pagi itu. DIT, Dasar Ilmu Tanaman, mata kuliah dengan bobot enam sks langsung menghantui pikiran ketika melangkah masuk menuju kelas. Melirik ke seputaran kelas, aku melihat banyak spesies baru yang sebelumnya belum pernah kutemui. 

      Misalnya, seorang pria berkulit putih, mata sipit, wajahnya asia banget dan ketika ngomong, "Si anying gelo!". Mengejutkan sekali. Kalau di Medan, orang keturunan tionghoa jarang ada yang bicara bahasa Melayu ataupun Batak. Namanya juga cukup unik, Deva Firstian. Terkesan ada unsur bule bulenya.

 Kelasku pagi itu empat kali lipat lebih besar dibanding kosanku. Cukuplah untuk menampung sekitaran empat puluhan makhluk bertali hijau ini. Suasana disana terasa nyaman untuk proses belajar - mengajar. 

     Tak terdengar suara bisik – bisik gosip dari kursi belakang, atau suara cekikikan dari sudut kanan depan, atau pula suara notif bbm dari tengah kelas (BBM sangat trending pada masa itu). Kalau dunia itu panggung sandiwara, maka kelas inilah medianya. Media untuk menyalurkan sandiwara itu semua.


     Tak lama kemudian masuklah seorang ibu dosen yang memakai kacamata dengan rambut yang hampir memutih seutuhnya. Umurnya mungkin berimbang dengan umur nenekku. "Selamat pagi anak - anak!", sapanya kepada kami yang lebih terasa seperti cucunya. "Pagi juga nek", balasku dalam hati.


     Pertanyaan klasik di awal kuliah pun dilontarkan oleh dosenku. "Siapa yang disini memilih pertanian di pilihan terakhir?", dan hampir seisi kelas mengangkat tangan dan bersorak layaknya sebuah prestasi. Hingga pertanyaan pun berlanjut ke, "Siapa yang memilih pertanian di pilihan pertama?". 


     Suasana hening, ibu dosen menoleh secara perlahan dari kanan lalu ke kiri. Aku seakan terhipnotis, mengikuti dengan arah yang sebaliknya, menoleh ke kiri lalu ke kanan. Hingga akhirnya kami saling menatap di sudut yang tepat. Aku mengangkat tanganku dengan elegan, "buk". "Oh jadi cuma kamu?", responnya. "engga buk, saya mau ijin ke kamar mandi", jawabku sambil menahan pipis sedari tadi.


    Aku berlari ke toilet terdekat. "Aduh!", teriak seorang perempuan berkerudung dengan pipi sedikit kembung layaknya bakpao. Namanya Ayu, begitu yang kubaca di nametagnya. Aku tak sengaja menabraknya.


"Eh maaf - maaf, ga sengaja"

"Iya gapapa. Kamu ngapain disini?"
"Aku? Kuliah. Mahasiswa sini juga kok"
"Bukan, Maksud aku, kamu ngapain di depan toilet cewek? Toilet cowo yang di ujung lorong sana"

   Aku hanya mengangguk pasrah mengiyakan arahannya. 


   Pengalaman kuliah pertama, pipis di kampus pertama, hingga tabrakan di kampus yang pertama. Mari kita lihat, seberapa kuat aku mencari jalan keluar dari pilihan yang kurasa tersesat ini. 

       




5 comments:

  1. Owww. Lu jurusan pertanian to. "Senior lu ni." :D

    Gue juga gitu dulu, masa ospek. Tapi gak sampe naek odong2 gitulah. "apa-apaan ituu."

    Yang rajin kuliah-nya bro. Nikmati aja yang kita jalani sekarang.

    UNPAD tu keren. Lu bisa masuk di situ. Wah-wah. kapan gue bisa ke UNPAD, ya. "Nantilah.."

    ReplyDelete
  2. Wuuihhh MABAA! Hahaha aku juga maba, loh... Dua tahun yang lalu :)))
    Samaa dong anak pertanian! *tos*
    Have Fun ya, kuliahnya. :))

    ReplyDelete
  3. pertanian mah di jatinangor kan? kan biar deket ama sawah *ehh

    cieee maba, itu beneran naek odong? *ini gue yang bego atau terlalu lugu karena percaya aja*

    tadinya gue mau promosi rumah makan langganan kalau lo kost di sekitar jatos, tapi gak jadi deh, gue lupa soalnya hha

    ReplyDelete
  4. pertanian mah di jatinangor kan? kan biar deket ama sawah *ehh

    cieee maba, itu beneran naek odong? *ini gue yang bego atau terlalu lugu karena percaya aja*

    tadinya gue mau promosi rumah makan langganan kalau lo kost di sekitar jatos, tapi gak jadi deh, gue lupa soalnya hha

    ReplyDelete
  5. ciyeeee yang MABa dan masih tahap adaptasi..cepetan dapet temen kuliah biar bisa kemana mana bareng dan seru seruan bareng. dulu waktu gue pertama kali kuliah, gue ngerasa males dan nggak begitu semangat. tapi, begitu udah dapet ritme jadi anak kuliah, asik bingitttt...semangat yaaaaak!!

    ReplyDelete